Pengertian Filsafat dan Seni
Filsafat merupakan pengetahuan dan penyelidikan menggunakan akal budi
sebab, asa hukum, dsb. Ketimbang segalanya yang ada di alam semesta maupun mengetahui kebenaran dan arti dari adanya seusatu.
Seni itu seperti segala perbuatan manusia, dimana
yang timbul dari kehidupan
manusia yaitu perasaannya dan bersifat indah sehingga
menggerakkan jiwa perasaan manusia"
Bagaimana hubungan seni
dan filsafat?
Seni itu dapat menjadi
objek kajian filsafat, ketika orang mempertanyakan mengapa dan
untuk apa orang mengekspresikan emosinya lewat aktivitas apa saja megenai seni.
Sebaliknya, seorang seniman bisa juga mengekspresikan pandangannya terhadap
makna (filsafat) segala sesuatu lewat karya seni.
Filsafat Seni
Filsafat seni adalah kajian masalah umum dan
mendasar mengenai “apa itu seni?” secara sistematis melalui metode-metode
ilmiah untuk mendapatkan pemahaman serta kebijaksanaan yang lebih baik dari
berbagai pemahaman dan sesuatu yang telah disetujui saat ini.
Dan menurut salah satu
filsuf yang terkenal dari Amerika yang bernama Susanne
K. Langer menyatakan bahwa “seni pada hakikatnya adalah ekspresi dari suatu
bentuk konkret (dapat dirasakan dan
mengukurnya secara fisik) dari kreasi manusia”.
Intinya, melalui filsafat seni kita terus
berusaha untuk mencari tahu mengenai seni tersebut baik dari sisi intrinsik (filsafat seni
sebagai filsafat) maupun sisi ekstrinsiknya (bersangkutan dengan masyarakat, dll).
Beberapa pertanyaan yang dapat tersirat
dari filsafat seni meliputi: “Apakah seni itu harus selalu indah?”, “Apakah
seni harus memiliki nilai guna?”, “Bagaimana kaitan sains dengan seni? apakah
seni memiliki manfaat untuk manusia?”, dll. Filsafat
adalah bidang ilmu yang harus dibarengi dengan pemahaman penuh pada dasar-dasar
logika dan rasio yang digunakan untuk mempertanyakan dan mempersoalkan hakekat
dasar dari suatu bidang. Di sini hanya akan dibahas berbagai pengetahuan umum
dan mendasar perihal filsafat seni, tidak akan ada pertanyaan kontroversial
ataupun pengolahan ide radikal. Filsafat
seperti pedang bermata dua, tanpa mengerti cara menggunakannya kita dapat
melukai jendela pemikiran kita sendiri, atau yang lebih buruk: tidak akan
mendapatkan apa-apa. Di bawah ini adalah tautan artikel yang menjelaskan
pengertian, ciri, serta contoh filsafat yang dapat digali terlebih dahulu
sebelum kita menyelami filsafat seni lebih jauh. Kebanyakan
orang hanya terbawa oleh arus dan menerima pendapat pengertian seni seperti
yang telah mereka dengar dan alami sehari-hari. Cara berpikir analog/mekanis
seperti itu akan mengakibatkan karya seni menjadi seragam dalam suatu zaman.
Dengan demikian kita tidak akan mampu mengadakan perkembangan terhadap dunia
seni. Pertanyaan filosofis tentang seni akan membuat kita menjadi kritis,
sehingga mampu memberikan perubahan dan perkembangan bagi budaya seni. Maka dari
itu, seorang seniman pada akhirnya harus memiliki filsafat seninya sendiri dan
mampu mengaplikasikan pada karyanya agar dapat memberikan perkembangan bagi
budaya seni. Karena itulah pemahaman pada filsafat seni sangatlah penting. Tanpa
pemahaman yang baik pada filsafat seorang seniman hanya mampu mengepul
informasi dari berbagai teori filsafat lalu menjadikannya sebagai sikap hidup
berkeseniannya. Misalnya seorang seniman yang banyak membaca berbagai literasi
sosialis akan menggunakan prinsip-prinsip teori tersebut terhadap karyanya dan
memberikan pesan moral positif. Hal tersebut memang tidak apa-apa, justru
bagus, seniman tersebut memberikan kontribusi nyata bagi budaya seni. Sayangnya
hal tersebut justru kurang bersimpangan dengan filsafat. Seseorang yang
mengepul informasi yang telah ada lalu mengaplikasikannya adalah seorang teknokrat, bukan filsuf.
Walaupun pengalaman dan dedikasi seorang teknokrat sangat baik, tetapi ada
kebutuhan yang belum dipenuhi untuk perkembangan seni itu sendiri; pemikiran
baru yang tumbuh dari filsuf seni. Karenanya berfilsafat tetap dibutuhkan untuk
menghadirkan pesona baru bagi karya seni yang digarap. Awalnya
hubungan filsafat dan seni selalu dikaitkan dengan estetika. Hal itu terdengar
sangat masuk akal bagi nalar kita, karena estetika adalah filsafat yang
mempertanyakan keindahan. Tetapi hari ini dunia seni telah sadar bahwa seni
tidak harus selalu indah. Terdapat banyak komponen lain dari nilai/output yang diberikan oleh karya seni selain kecantikannya. Maka
dari itu diperlukan suatu bidang khusus selain estetika untuk mempersoalkan
hakekat seni; filsafat seni. Estetika mempersoalkan hakekat keindahan alam dan karya seni, sementara
filsafat seni mempersoalkan hanya karya seni atau definisi seni itu sendiri.
Jadi, boleh dikatakan perbedaan yang paling signifikan dari estetika dan
filsafat seni adalah objek materialnya. Dalam studi
filosofis, persoalan selalu muncul dari pertanyaan. Pertanyaan filosofis dari
dulu sampai sekarang masih tetap sama, yaitu sesederhana “Apakah seni itu?”
pertanyaan yang selalu sama dan sederhana itu nyatanya memunculkan banyak
pendapat yang berbeda-beda dan tidak pernah usai dari masa ke masa. Dalam
pertanyaan filosofis kita tidak akan hanya mempertanyakan dari satu sudut
pandang/bagian. Seperti dalam dalam seni rupa kita tidak akan hanya
mempersoalkan karya seni atau produk seni itu sendiri, tetapi juga aktivitasnya,
keterlibatan pihak luar dalam proses hingga ke medan yang dilaluinya. Menurut hasil pengamatan
dari beberapa sumber yang ada
terdapat enam pembahasan pokok dalam filsafat seni, yaitu: Pokok
persoalan seni tentunya diawali oleh wujud konkret yang terindera dan teralami
oleh manusia. Tanpa lahirnya benda seni tidak akan muncul persoalan-persoalan
seni diatas. Dalam pokok bahasan benda seni dibahas material seni dan atau
medium seni. Seni terwujud berdasarkan medium tertentu baik indera pendengaran,
pengelihatan, atau gabungan keduanya dan lain-lain. Setiap medium memiliki ciri
khasnya sendiri dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Penggolongan
tersebut akan melahirkan ilmu-ilmu seni khusus, seperti ilmu sastra, ilmu seni
tari, ilmu seni teater, dan lain-lain. Dalam
persoalan benda seni biasanya akan dipermasalahkan apakah suatu karya seni
merupakan peniruan kenyataan/alam (mimesis) atau seni merupakan ekspresi jiwa
manusia. Dalam rekaman sejarah, debat tentang pokok persoalan tersebut telah
dimulai sejak Plato dan Aristoteles dan tak pernah usai hingga sekarang.
Persoalan subjektivitas dalam seni (ekspresi) dan objektivitas (mimesis)
berlangsung di lingkungan penciptaan (seniman) dan pengamatan (evaluasi
kritikus). Benda seni juga mungkin akan mempermasalahkan analisis bentuk da isi
seni. Perdebatan yang terjadi dalam konteks ini juga tidak kalah sengit. Persoalan
seni dan seniman menyangkut masalah kreativitas dan ekspresi. Apa itu
kreativitas? Apa yang dimaksud ekspresi, dan apa bedanya dengan representasi?
Gender juga dapat menjadi pertanyaan, apakah seniman seni berjenis kelamin
wanita berbeda dengan seniman lelaki? Pribadi seniman juga akan
dipermasalahkan, karena biasanya akan menimbulkan gaya atau style yang berbeda
dari setiap individu. Seni adalah
bentuk komunikasi antar pencipta dan apresiatornya. Seni tidak dapat disebut
seni tanpa pengakuan masyarakat seni dan atau dengan masyarakat umumnya. Seniman
disebut seniman oleh masyarakat karena status yang diperjuangkannya. Seni itu
publik, maka persoalan-persoalan komunikasi, nilai-nilai masyarakat menjadi
persoalan seni juga. Apresiasi, insitusi, jarak estetik, empati tidak selalu mencakup
seluruh masyarakat, terkadang mungkin ada beberapa pihak yang tidak setuju
untuk menerima produk seni. Maka dipersoalkan juga karakteristik masyarakat melalui
kajian sosiologi, psikologi dan antropologi seni. Benedetto
Croce berpendapat bahwa karya seni atau benda seni tidak pernah ada, sebab seni
itu terdapat pada jiwa setiap penanggapnya. Disini dibacarakan nilai-nilai seni
yang diciptakan sendiri oleh penanggap seni terhadap sesuatu yang
diperlakukannya sebagai benda seni. Disitulah persoalan seni paling rumit
dibicarakan dalam pembicaraan mendasar tentangnya. Persoalan seni sebetulnya
adalah persoalan nilai-nilai tadi sehingga dalam bidang filsafat kajian seni
dikategorikan dalam kelompok kajian tentang nilai, sejajar dengan etika dan
logika. Seni bukan
hanya masalah komunikasi belaka, seni tidak hanya menyampaikan informasi.
Komunikasi seni adalah komunikasi nilai-nilai berkualitas, baik kualitas
perasaan maupun kualitas medium seni itu sendiri. “Singkat kata, komunikasi
seni adalah komunikasi pengalaman yang melibatkan kegiatan nalar, emosi, dan
intuisi. Seni ada juga yang
berpendapat bahwa hakikat itu ada pada pengalaman, bukan benda atau nilai.
Memasuki pengalaman seni berarti merasakan pengalaman sejenis dengan pengalaman
saat kita sedang merasa terancam bahaya, puas saat memakan masakan yang enak atau
euphoria saat memenangkan kontes tertentu. Persoalan
seni ternyata melibatkan berbagai pokok tinjauan, satu sama lain berikatan.
Masing-masing pokok seni dapat bersanding dengan baik atau bertentangan.
Persoalan benda seni akan melibatkan pembicaraan tentang nilai-nilai dan
pengalaman seni yang diperoleh, sedangkan persoalan nilai-nilai akan berkaitan
dengan public seni dan konteks sosial-budaya. Semua penjelasan di atas memperlihatkan bahwa persoalan
seni bukanlah persoalan yang mudah dan tidak bisa dikatakan sulit juga untuk
dijawab. Dengan menggunakan
pokok bahasan (sumber yang ada) ini kita dapat mulai mempertanyakan pertanyaan filosofis dari kita sendiri dengan cara yang logis,
symbol, dan filsafatnya
. Dosen Pembimbing : Junita Batubara, S.Sn, M.Sn, Ph.D (Ombas Arts)
Manfaat
Filsafat Seni
Filsafat
Seni dan Estetika
Pembahasan Mengenai Filsafat Seni
Benda Seni
Pencipta Seni
Publik Seni
Nilai Seni
Pengalaman Seni
Simpulan